RASAKAN SENSASI BERMAIN DI AGEN POKER DOMINO ONLINE UANG ASLI INDONESIA DENGAN MINIMAL DEPOSIT RP 10.000 & MINIMAL WITHDRAW RP 30.000 BONUS TURN OVER 0.5% BONUS REFFERAL 20% HANYA DI WWW.JAWADOMINO.NET

Minggu, 29 Oktober 2017

Maruarar sebut pemerataan harga BBM baru ada di era Jokowi

Maruarar sebut pemerataan harga BBM baru ada di era Jokowi


AGEN CASINO ONLINE

Ketua Umum Taruna Merah Putih (TMP) Maruarar Sirait mengakui, saat ini Indonesia mengalami kesenjangan di antara masyarakat. Kesenjangan itu terjadi baik antara kaya dan miskin, atau kesenjangan geografis antara wilayah Barat dan Timur, serta antara daerah kota dengan daerah pinggiran.

Walaupun begitu, Maruarar mengatakan, Pemerintahan Jokowi-JK bekerja keras mengatasi kesenjangan tersebut. Bahkan, dia menilai, pemerintah sudah menunjukkan keberhasilan. Terbukti dalam pemerataan harga bahan bakar minyak (BBM) di seluruh Indonesia.

"Dulu, harga BBM di Jawa dan timur Indonesia jauh berbeda. Sekarang harga sudah sama, tepuk tangan buat Jokowi," katanya dalam sambutannya di acara Kirab Kebangsaan, GOR Padjajaran, Bogor, Minggu (29/10).

Sekitar 25 ribu orang hadir dalam acara ini. Mereka berasal dari berbagai elemen masyarakat mulai dari perwakilan ormas pemuda, mahasiswa, komunitas kreatif, tokoh adat dan masyarakat mengikuti pawai melintasi Jalan Juanda dan Jalan Jenderal Sudirman.

Acara semakin meriah sebab dalam acara ini tampil berbagai atraksi parade budaya ditampilkan dalam kegiatan itu, seperti paduan suara Institut Pertanian Bogor, parade marching band, tari tradisional dari berbagai daerah, seni bela diri, serta pameran UKM dan kuliner dari berbagai daerah.

Hadir juga dalam acara ini Wali Kota Bogor Bima Arya, Ketua DPP Bidang Organisasi TMP Dadang Danubrata, Sekjen TMP Tri Hapsari, dan sejumlah tokoh masyarakat dan tokoh pemuda.

Dalam kesempatan ini, Bima Arya mengucapkan terimakasih kepada Maruarar Sirait. Sebab Maruarar selalu hadir di kota Bogor.

"Kita beri apresiasi kepada Bang Maruarar, yang kiprahnya sudah menasional bahkan mendunia," puji Bima Arya.

Selain penyumbang terbesar PDB RI, industri juga jadi penyetor pajak tertinggi

Selain penyumbang terbesar PDB RI, industri juga jadi penyetor pajak tertinggi


AGEN CASINO ONLINE

Industri merupakan salah satu sektor strategis karena berperan penting dalam pembangunan nasional dan turut memacu pertumbuhan ekonomi. Tidak hanya sebagai penyumbang terbesar terhadap produk domestik bruto (PDB), manufaktur juga mampu memberikan kontribusi tertinggi melalui setoran pajak.

"Aktivitas industri konsisten membawa multiplier effect yang signifikan bagi perekonomian di Indonesia. Oleh karena itu, kami terus fokus menciptakan iklim usaha yang kondusif bagi para investor di dalam negeri," ujar Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto dalam keterangannya di Jakarta, Minggu (29/10).

Berdasarkan laporan Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, realisasi penerimaan pajak dari sektor industri hingga triwulan III tahun 2017 mencapai Rp 224,95 triliun atau tumbuh 16,63 persen dibanding periode yang sama pada tahun sebelumnya. Capaian tersebut di atas dari sumbangan sektor perdagangan sebesar Rp 134,74 triliun, keuangan (Rp 104,92 triliun), konstruksi Rp 35,40 triliun, informasi komunikasi (Rp 32,19 triliun), pertambangan (Rp 31,66 triliun), dan sektor lainnya (Rp 156,19 triliun).

"Ini menunjukkan kinerja industri pengolahan nasional masih positif," katanya.

Menperin juga menyatakan, pembangunan sektor industri bukanlah sesuatu yang dapat diselesaikan secara mandiri oleh satu atau dua lembaga, tetapi membutuhkan komitmen kuat dari seluruh pemangku kepentingan mulai hulu sampai hilir.

"Dari pembuat kebijakan hingga para pelaku industri itu sendiri," tegasnya.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, industri pengolahan non-migas memberikan kontribusi terbesar terhadap PDB nasional pada triwulan II tahun 2017 dengan mencapai 17,94 persen. Sumbangan sektor lainnya, seperti pertanian, kehutanan, dan perikanan hanya sekitar 13,92 persen, konstruksi 10,11 persen, serta pertambangan dan penggalian 7,36 persen.

Merujuk data yang dirilis United Nations Statistics Division pada tahun 2016, Indonesia menempati peringkat keempat dunia dari 15 negara yang industri manufakturnya memberikan kontribusi signifikan terhadap PDB. Indonesia mampu menyumbangkan hingga mencapai 22 persen setelah Korea Selatan (29 persen), Tiongkok (27 persen), dan Jerman (23 persen).

Dari 15 negara yang disurvei tersebut, sumbangsih Inggris 10 persen, sedangkan Jepang dan Meksiko di bawah Indonesia dengan capaian kontribusinya sekitar 19 persen. "Paradigma industri manufaktur global saat ini memandang proses produksi sebagai satu kesatuan antara proses pra produksi, produksi dan pasca produksi. Untuk itu, kita sudah tidak bisa lagi melihat produksi hanya di pabrik saja," kata Airlangga.

Sementara itu, selama 10 tahun terakhir, penerimaan negara dari cukai semakin meningkat. Data BPS memperlihatkan tren positif ini sejak 2007 dengan total penerimaan dari cukai sebesar Rp 44,68 triliun dan terus bertambah hingga Rp 145,53 triliun pada 2016. Sektor industri rokok menjadi salah satu sumber utama pemasukan kas negara melalui cukai yang setiap tahun mencapai triliunan Rupiah.

Rata-rata proporsi penerimaan cukai tembakau terhadap cukai negara mencapai 95 persen. Pada 2007, penerimaan negara dari cukai tembakau sebesar Rp 43,54 triliun atau setara 97,45 persen terhadap total penerimaan cukai. Pada 2016, penerimaan negara dari cukai tembakau sebesar Rp 137,94 triliun. Nilai ini setara 96,11 persen dari total penerimaan cukai dan 8,87 persen dari penerimaan negara.

Kementerian Perindustrian juga terus mendorong industri manufaktur agar tidak hanya membidik pasar domestik, tetapi juga harus menangkap peluang pangsa di luar negeri.

Pada semester I-2017, ekspor industri pengolahan non-migas mencapai USD59,78 miliar atau naik 10,05 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2016 sebesar USD 54,32 miliar. Ekspor industri pengolahan non-migas ini memberikan kontribusi sebesar 74,76 persen dari total ekspor nasional pada semester I-2017 yang mencapai USD 79,96 miliar.

Di rumah singgah ini Jenderal Soedirman susun strategi perang gerilya

Di rumah singgah ini Jenderal Soedirman susun strategi perang gerilya


AGEN CASINO ONLINE

Rumah singgah Panglima Besar Jenderal Soedirman di Desa Bojasari, Kertek, Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah, dinilai layak menjadi pusat edukasi sejarah. Langkah ini positif untuk mengingat perjuangan Soedirman bagi bangsa dan negara.

"Melihat fakta sejarah yang telah diakui secara resmi oleh Pemerintah, rumah tersebut layak untuk dijadikan rujukan sejarah autentik bagi generasi muda," kata penasihat Himpunan Pramuwisata Indonesia (HPI) Kabupaten Wonosobo, Agus Purnomo dilansir dari Antara, Minggu (29/10).

Kesediaan pihak keluarga untuk membuka rumah itu menjadi semacam museum perjuangan, kata Agus, juga layak diapresiasi karena nantinya generasi muda, terutama para pelajar, menjadi lebih paham bagaimana alur perang gerilya Jenderal Soedirman yang mampu mengusir penjajah Belanda dari Indonesia.

Andika Dwi Nugroho dari Komunitas Herritage Wonosobo juga memandang perlu Pemerintah mendorong terwujudnya rumah milik Sukanto itu sebagai pusat edukasi sejarah.

"Dari sisi sejarah, hingga umur bangunan yang telah melebihi 50 tahun serta perannya dalam perjuangan kemerdekaan, kami menilai rumah ini layak dikembangkan lebih lanjut sehingga siapa pun yang berkunjung akan lebih memahami bagaimana Jenderal Soedirman menyusun strategi perang gerilyanya," katanya.

Menurut dia, tidak banyak orang tahu kalau di balik kisah sejarah taktik perang gerilya Jenderal Soedirman, ternyata Wonosobo pernah menjadi bagian penting di dalamnya.

Sebuah rumah sederhana di RT 05/RW 02 Desa Bojasari, Kecamatan Kertek telah diakui oleh Pemerintah sebagai salah satu rumah persinggahan Jenderal Soedirman pada masa perjuangannya mempertahankan kemerdekaan RI pada tahun 1947-1948.

Rumah dengan luas bangunan 335 meter persegi tersebut kini dihuni oleh Priyanto (45) bersama istrinya, Menik Widyaningrum (40), dan anak semata wayangnya, Adriyanto Riski Pratama (12).

Priyanto menjelaskan perihal sejarah rumah yang dibangun pada tahun 1943 hingga mendapat pengakuan dari Pemerintah sebagai benda cagar budaya bersejarah.

Menurut dia, awal dibukanya kisah sejarah tersebut berasal dari cerita almarhum ayahnya, Cipto Utomo, kepada Sukanto, kakaknya, yang juga menjadi ahli waris rumah tersebut.

Almarhum Cipto Utomo merupakan lurah sekaligus tokoh di Desa Bojasari pada tahun 1947. Karena kecintaannya kepada negara, dia kemudian bergabung dengan Kompi Kapten Kambali sebagai Kepala Pengadaan Logistik dan merelakan rumah kediamannya sebagai markas komando pasukan yang tergabung dalam Komando Divisi III/Diponegoro di bawah pimpinan Kolonel R. Soesalit.

"Sangat disayangkan, Kapten Kambali yang dikenal sangat piawai dalam mengatur strategi perlawanan terhadap penjajah akhirnya tewas pada saat penghadangan konvoi tentara Belanda," katanya.

Perjuangan Cipto Utomo beserta pasukan, menurut Priyanto, tetap berlanjut hingga kedatangan Panglima Besar Jenderal Soedirman yang memutuskan untuk singgah selama hampir setahun di rumah tersebut.

Dalam masa konsolidasi perjuangan, rumah yang pernah dipugar atas perintah Panglima TNI Laksamana Agus Suhartono pada tahun 2011, juga pernah disinggahi Jenderal Sudharmono, mantan Wapres RI, serta Jenderal Sarbini.

Rumah tersebut pernah memiliki sejarah, yaitu sebagai pusat konsolidasi Jenderal Soedirman dengan para pimpinan tinggi militer pada masa itu.

"Kakak saya, Sukanto, sebagai ahli waris utama memperjuangkan untuk dapat diakui sebagai benda cagar budaya dan telah memperoleh surat penghargaan dari Bupati Wonosobo pada tahun 1997," katanya.

Melalui surat penghargaan yang ditandatangani Bupati Wonosobo Margono, rumah tersebut diakui sebagai markas dan asrama tentara pejuang kemerdekaan Republik Indonesia Kompi IV di bawah pimpinan Kapten Kambali dari Kesatuan Batalion IV, Mayor Tjipto Widuro, Resimen 17 Pekalongan, Letkol Wadiono, Brigade Nusantara Letkol Iskandar Idris, dan Divisi III Diponegoro Kolonel R Soesalit.

Menurut Priyanto, surat tersebut diperkuat dengan SK Bupati Wonosobo Nomor 433/283/2013 tentang Penetapan Rumah Mengandung Nilai Sejarah di Kabupaten Wonosobo yang ditandatangani Trimawan Nugrohadi.