RASAKAN SENSASI BERMAIN DI AGEN POKER DOMINO ONLINE UANG ASLI INDONESIA DENGAN MINIMAL DEPOSIT RP 10.000 & MINIMAL WITHDRAW RP 30.000 BONUS TURN OVER 0.5% BONUS REFFERAL 20% HANYA DI WWW.JAWADOMINO.NET

Kamis, 01 Februari 2018

Polisi bekuk pengedar ganja ke pelajar di Bekasi

Polisi bekuk pengedar ganja ke pelajar di Bekasi


AGEN CASINO ONLINE

Kepolisian Sektor Bekasi Selatan, Kota Bekasi meringkus dua orang pengedar ganja di Jalan Sawo, Kelurahan Jakasampurna, Kota Bekasi, Jawa Barat. Keduanya masing-masing berinisial AD dan MSA kini sudah mendekam di sel tahanan untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.

"Penangkapan keduanya merupakan hasil dari pengembangan pada kasus peredaran narkoba sebelumnya," kata Kapolsek Bekasi Selatan, Kompol Hersiantony, Kamis (1/2).

Ia mengatakan, AD dan MSA adalah pengedar ganja dengan jangkauan pembeli dari seluruh pelosok Kota dan Kabupaten Bekasi, bahkan mencapai wilayah Jakarta. Paketan yang dijual pun cukup lumayan, yaitu per 50 gram seharga Rp 500 ribu.

"Kami menangkap setelah petugas mencurigai keduanya ketika menunggu pembeli. Dari hasil penggeledahan kami menemukan 2 bungkus ganja berukuran besar dan 17 bungkus berukuran kecil," katanya.

Menurut Hersi, bungkusan ganja tersebut rencananya akan diedarkan dengan harga jual Rp 400 ribu berukuran besar. Dari pengakuan pelaku, para pembeli rata-rata didominasi pelajar dan remaja putus sekolah.

"Keterangan sementara, keduanya mengedarkan ganja sudah berlangsung selama 1 tahun terakhir," katanya.

Guna mempertanggungjawabkan perbuatannya, keduanya dijerat pasal 114 ayat 1 dan pasal 111 ayat 1 Undang-undang No 35 tahun 2009 tentang narkoba. Ancamannya 12 tahun penjara.

Tiga ASN Pemprov Riau jadi tersangka baru korupsi APBD

Tiga ASN Pemprov Riau jadi tersangka baru korupsi APBD


AGEN CASINO ONLINE

Tiga orang Aparatur Sipil Negara (ASN) wanita ditetapkan sebagai tersangka baru dalam dugaan korupsi di Badan Penerimaan Daerah Pemprov Riau (Bapenda). Mereka merupakan tersangka baru menyusul ASN lainnya yang kini masih tahap proses persidangan.

Kejati Riau menemukan kerugian negara Rp 1,3 miliar di tubuh Pemprov Riau yang dipimpin Gubernur Riau Arsyadjuliandi Rahman pada APBD tahun 2015-2016 lalu. Duit negara itu diduga dibagi-bagi oleh para tersangka ke sejumlah nama yang ditemukan kejaksaan.

"Ketiga tersangka baru itu inisial Y, AA dan DA. Mereka merupakan ASN dalam perkara tersebut. Saat kejadian, mereka merupakan bendahara pembantu pada sejumlah bidang di Bapenda Pemprov Riau," kata Asisten Tindak Pidana Khusus Kejati Riau, Sugeng Riyanta di Pekanbaru, Kamis (1/2).

Menurut Sugeng, mereka bertiga dijadikan tersangka berdasarkan hasil penyidikan lanjutan perkara. Awalnya jaksa memproses dua ASN di Pemprov Riau yakni Deyu dan Deliana, kemudian dikembangkan lagi dan menemukan bukti baru keterlibatan 3 ASN lainnya.

Dikatakan Sugeng, dalam dakwaan dua tersangka Deyu dan Deliana, jaksa menemukan indikasi korupsi yang dilakukan secara bertingkat dari sejumlah Bidang pada Bapenda Riau itu.

"Awalnya pemotongan saat bidang-bidang mengajukan UP, dan GU (Uang Persediaan dan Ganti Uang) ke bidang keuangan, dipotong 10 persen atas perintah DL dan DY (Deliana dan Deyu)," jelas Sugeng.

Masih menurut Sugeng, pemotogan itu terjadi pada Bidang Pajak dan Bidang Retribusi. Dugaan pemotongan anggaran ini kemudian terindikasi merugikan negara, dan menjadi dasar hukum berupa alat bukti bagi jaksa dalam menerbitkan Surat Perintah Penyidikan baru.

"Ternyata di bidang itu juga dilakukan pemotongan kembali. Maka ini kita dalami, karena juga ada korupsi di bidang pajak dan retribusi. Kemudian, kita mengembangkan dengan menerbitkan sprindik baru untuk 3 tersangka ini," tegas Sugeng.

Mirisnya, seluruh tersangka dalam dugaan Tipikor di Bapenda Riau ini adalah wanita. Tersangka awal yang saat ini menjalani proses sidang, Deliana dan Deyu saat itu menjabat Sekretaris dan Kasubbag Pengeluaran.

Dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum Kejati Riau, Deyu diduga menikmati sebesar Rp 204.986.800, Deliana Rp 45.000.000, pegawai lain inisial DE, Rp 72.020.000, SFM Rp 1.150.000, Tm Rp 12.221.000, DAY, Rp 104.900.445, RD Rp 87.779.281, AU Rp 99.113.653, Ya Rp 35.869.700, dan SA diduga menerima aliran dana Rp 38.187.018.

"Penyidik sedang mengembangkan kasus ini untuk menemukan ada atau tidaknya tersangka lagi dengan mencari alat bukti yang kuat," imbuh Sugeng.

Tersangka Deyu sempat mengajukan Praperadilan atas penetapannya sebagai tersangka. Sidang Praperadilan mementahkan permohonannya, menyatakan penetapan tersangka yang dilakukan penyidik Pidsus Kejati telah benar, sesuai aturan.

Terdakwa Deyu dan Deliana menimbulkan kerugian negara, sebesar Rp 1.323.547.629. Rinciannya, pemotongan UP dan GU pada sub bagian keuangan sebesar Rp 885.680.032, pemotongan UP dan GU pada bidang Pajak sebesar Rp 104.900.445.

Sedangkan pemotongan UP dan GU pada bidang Pengolahan Data sebesar Rp 87.779.281, pemotongan UP dan GU pada bidang Retribusi, PADL, dan DBH, sebesar Rp 99.113.653, pemotongan UP dan GU pada bidang Pembukuan dan Pengawasan sebesar Rp 74.056.718.

Serta pemotongan UP dan GU pencairan Anggaran Kegiatan Peningkatan Penerimaan DBH TA 2016 pada Bidang Retribusi, PADL, dan DBH, yang tidak dilaksanakan sebesar Rp 72.175.500.

Pasien BPJS meninggal usai melahirkan, diduga korban malapraktik

Pasien BPJS meninggal usai melahirkan, diduga korban malapraktik


AGEN CASINO ONLINE

Ramdan Sumanta (37) pengemudi ojek online masih belum menerima jika sang istri, Ranita (37) harus meninggal dunia pasca melahirkan secara secsio caesar di Rumah Sakit Bhakti Asih, Karang Tengah, Cieldug, Kota Tangerang.

Dia merasa, kematian sang istri akibat kelalaian pihak Rumah Sakit yang salah dalam menangani pasien. Hal itu terlihat dari kejadian yang berlangsung sebelum almarhumah menghembuskan napas terakhirnya di ruang ICU RS Bhakti Asih, pada 4 Januari 2018 kemarin.

Ramdan hingga kini masih mencari keadilan, atas dugaan kasus kelalaian rumah sakit tersebut, namun pihak RS tak pernah memberikan data rekam medis pasien selama di RS.

Dijelaskan Ramdan, berawal dari dirinya bersama sang istri Ranita yang merupakan pasien peserta BPJS Kesehatan itu berniat untuk check up kehamilannya di Klinik Bhakti Asih (3/1) kemarin.

Namun, saat dilakukan Ultrasonografi (USG) dengan dr. Rahmadsyah dan satu perawatnya, sang istri disebutkan kehamilannya telah mecapai bukaan tiga. Dan almarhum, disarankan untuk menjalankan operasi seksio caesar di Rumah sakit Bhakti Asih.

"Istri saya ini peserta BPJS, sebelumnya rutin memeriksakan kandungan ke klinik Bhakti Asih, karena memerlukan tindakan operasi, almarhumah dirujuk ke RS Bhakti Asih, yang masih satu manajemen," ucapnya.

Diterangkan Ramdan, semula dirinya dan sang istri hanya ingin check up saja, namun setelah dicek oleh perawat. Diketahui memiliki riwayat darah tinggi, serta minus tiga pada matanya, Ranita tidak diperkenankan melakukan persalinan normal.

"Jadi kita tanda tangan persetujuan untuk lakukan operasi caesar," kata dia Rabu (1/2).

Dalam penandatanganan surat persetujuan itu, lanjutnya, pihak RS Bhakti Asih menerangkan kemungkinan terburuk dari tindakan operasi itu terhadap almarhumah. Pihak RS juga berjanji akan merujuk pasien jika pasien tak mampu tertangani di RS Bhakti Asih.

"Jadi dalam surat itu pihak rumah sakit akan merujuk istri saya jika ada kemungkinan hal terburuk. Karena perawat itu bilang, bahwa di Bhakti Asih ini tidak memiliki peralatan yang lengkap untuk penanganan," bilang dia.

Hingga akhirnya setelah pihak keluarga yang menggunakan BPJS itu diminta untuk bayar saat melakukan uji laboratorium, operasi caesar dilaksanakan. Tak lama sang bayi pun lahir dengan berat 2650 gram dengan panjang 47 centimeter dengan selamat tepat pada pukul 13.36 Wib.

"Setelah operasi caesar itu, istri saya dipindahkan ke ruang persiapan operasi lalu dipindahkan ke ruang perawatan. Sekitar pukul 15.00 Wib, istri mulai kedinginan dan sudah sadar walaupun keadaanya masih lemas," terang dia.

Lalu sekitar pukul 18.30 Wib, sang istri merasa haus dan lapar. Setelah diperbolehkan minum dan makan bubur dari pihak rumah sakit. Obat yang diketahuinya untuk penurun darah tinggi diminum setelah diberikan oleh seorang perawat.

"Dari situ mulai ada kejanggalan. Yaitu muka dan mata istri saya bengkak-bengkak dan akhirnya perawat baru menanyakan, apakah istri bapak mempunyai alergi obat? Di situ saya merasa aneh. Kenapa tidak dicek terlebih dahulu untuk mengetahui jika ada alergi obat," terangnya.

Hingga akhirnya, lanjut Ramdan, perawat itu menyebutkan bahwa ia akan memberikan obat penetralisir dan mengurangi rasa nyeri. Sebab, rasa nyeri pasca operasi dan sesak napas masih terus dirasakan hingga tengah malam sekitar pukul 12.00 Wib lewat.

"Setelah itu istri saya merasa sesak napas, mual dan akhirnya muntah. Tapi oksigen tetap terpasang. Hingga akhirnya pada pukul 04.30 Wib, Kamis (4/1) dimasukan ke ruang ICU karena melihat kondisi yang semakin memburuk," jelasnya

Saat penanganan di ruang ICU, Ramdan pun sempat melihat tindakan dari tim medis yang disitu terlihat ada dua dokter. Yaitu dr. Rahmadsyah dan dr.Ilham selaku dokter jaga serta tiga perawat.

"Istri saya terlihat ditekan-tekan dadanya dan di pompa oksigen melalui hidung. Tidak ada satu jam di ruang ICU, isti saya dinyatakan meninggal," ucap Ramdan.

Dari kematiannya itu, pasangan yang beralamat di Jalan KUD, Kelurahan Sudimara Jaya, Kecamatan Ciledug ini pun merasa pihak rumah sakit dianggap tidak menjalankan sesuai dengan persetujuan awal yang akan merujuk istrinya, jika memang pihak RSU Bhakti Asih tidak menyanggupi penangananinya.

"Dan saat divonis meninggal, yang memberitahukan saya yaitu dokter jaga dr.Ilham. Katanya karena darah tinggi dan ada penyakit jantung. Tapi kenapa tidak pernah ditawarkan rujukan, padahal dalam suratnya minim peralatan akan dirujuk. Pada saat itu, bayi masih di inkubator karena katanya masih sesak karena usia lahirnya belum cukup hari kandungan baru 35 minggu," jelasnya.

Dr Ferdy Kepala Bidang Pelayanan Medis RS Bhakti Asih membantah adanya kelalaian dari pihak RS Bhakti Asih yang menyebabkan korban meninggal Dunia.

Menurut dia, meninggalnya korban bukan karena kelalaian pihak RS, melainkan dua kemungkinan medis yaitu, meninggal karena Preeklamsi berat (PEB) dan curiga Emboli Air Ketuban.

"Yang menjadi masalah adalah kemungkinan terjadi emboli air ketuban. Itu kerjanya cepat dan sulit kita deteksi. Kasus ini jarang, tetapi kasus kematian karena hal itu tinggi mencapai 90 persen," ucap dia saat dikonfirmasi.

Dijelaskan dia, Emboli air ketuban adalah suatu komplikasi dimana ada gelembung udara yang masuk pembuluh darah ke jantung dan berujung ke respiratory distress syndrome atau gangguan jantung.

"Itu kemungkinan penyebabnya. Karena walaupun sebelumnya operasi dilakukan uji laboratorium, hal itu tidak ketahuan," terang dia.

Menurut Ferdy, pihak rumah sakit juga telah menganjurkan untuk ke rumah sakit besar, setelah didiagnosa awal preeaklamsia berat atau risiko tinggi kematian akibat melahirkan.

"Namun dari keluarga dan pasien tidak mau karena sudah tidak kuat, almarhumah ini punya riwayat darah tinggi dan Mata minus lima," ucap dia.

Selain itu, lanjutnya, pihak rumah sakit juga telah menjelaskan kepada pihak keluarga pasien jika dalam proses persalinannya itu beresiko cukup tinggi, hingga hal terburuknya adanya potensi kehilangan nyawa.

"Karena tindakan yang diambil adalah seksio. Tidak mungkin melahirkan secara spontan karena resikonya lebih besar dibanding dengan seksio. Dan akhirnya dilakukan operasi seksio dengan izin dari keluarga pasien," ucapnya.

Sementara, untuk adanya efek alergi obat timbul di wajah pasien saat itu, Ferdy mengaku, pihaknya secara general telah menanyakan kepada pasien tersebut. Pasien pun menyebutkan dirinya tidak memiliki alergi obat.

"Sebelumnya sudah ditanya kepada pasien, dan dijawab tidak ada. Jadi yang masuk itu obat yang umum diberikan kepada pasien sesar, untuk penghilang nyeri. Karena almarhum juga punya riwayat Hipertensi, kita berikan satu obat penurun darah, yang kemungkinan menimbulkan alergi. Karena kami juga tidak tahu kalau almh punya alergi terhadap obat," terang dia.

Untuk pasien sediri, pihak rumah sakit mengaku telah melakukan observasi selama 2x24. Seperti menensi pasien dan menanyakan adanya keluhan atau ada rasa nyeri. "Sampai kita masukin obat berkurang bentol dan bengkaknya. Observasi lagi ada nyeri perut, dan lakukan pengecekan. Saat perawat memberi obat terapi itu dokter mengetahuinya," katanya.

Sehingga, menurutnya, jika karena obat penetralisir atau anti nyeri itu tidak dapat menimbulkan kematian. "Jadi untuk alergi itu secara spesifik belum diketahui, karena obat yang mana oral atau obat anti nyeri. Faktor alergi itu kita juga belum tau," ucapnya.