RASAKAN SENSASI BERMAIN DI AGEN POKER DOMINO ONLINE UANG ASLI INDONESIA DENGAN MINIMAL DEPOSIT RP 10.000 & MINIMAL WITHDRAW RP 30.000 BONUS TURN OVER 0.5% BONUS REFFERAL 20% HANYA DI WWW.JAWADOMINO.NET

Senin, 21 Agustus 2017

Mantan hakim PN Jakpus tuding ICW terlalu ikut campur seleksi hakim tipikor

Mantan hakim PN Jakpus tuding ICW terlalu ikut campur seleksi hakim tipikor


AGEN KASINO

Mantan hakim PN Jakpus Syarifuddin Umar menuding Indonesia Corruption Watch (ICW) ikut campur dalam seleksi hakim Pengadilan tindak pidana korupsi (Tipikor). Tudingan itu disampaikan dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) dengan Pansus angket KPK, tadi sore.

Tudingan itu muncul setelah anggota Pansus Angket KPK John Kennedy Aziz bertanya kepada Syarifuddin tentang hakim tipikor yang menyidangkan kasus suap sebesar Rp 250 juta menjeratnya. Aziz meminta Syarifuddin menilai tentang aura persidangan dan hakim yang menyidangkan perkara tipikor.

"Apakah hakim yang menyidangkan bapak objektif seusai ketentuan hakim atau hakim tersebut dalam tekanan sehingga tidak bisa terhindar seharusnya memutus A kepada bapak, sebenarnya berdasarkan kajian B atau C," kata Aziz di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (21/8).

Syarifuddin menjelaskan, sebenarnya hakim telah memutuskan suatu perkara secara objektif dan sesuai fakta persidangan. Namun, hakim tersebut dituding lari dari fakta persidangan.

Oleh karena itu, dia meminta pansus memanggil hakimnya secara langsung untuk mendapatkan keterangan yang objektif.

"Artinya fakta sudah terungkap tapi pertimbangan hukumnya lari, surat keberatan yang saya ajukan tidak menjadi pertimbangan hukumnya. Pertimbangan hukumnya subjektif, fakta hukumnya objektif," kata dia.

Syarifuddin sempat mempertanyakan kepada hakim yang memutus perkaranya yakni alasan memberikan putusan hukuman empat tahun yang dijatuhkanya. Hakim yang menangani kasusnya menjawab adanya tekanan yang luar biasa.

Lantas, John menanggapi cerita Syarifudin bahwa apa yang terjadi di pengadilan tipikor bukan seperti persidangan, melainkan penghukuman. "Ini seloroh kami, saya kaitkan dengan apa yang di alami Anda apakah kami terlalu berlebihan?," tanya John.

Menurutnya, putusan itu merupakan hal wajar dan tidak berlebihan. Sebab, tidak ada tuntutan hukuman selama 20 tahun seperti yang dialaminya meski diputus selama empat tahun di putusan. Dia menyinggung adanya campur tangan ICW dalam seleksi hakim tipikor.

"Karena memang yang bisa lulus sebagai hakim tipikor yang lulus dari seleksi ICW, bukan formalnya di DPR diuji (atau lembaga resmi lainnya)," tandasnya.

Kemudian, dia bercerita pengalaman pribadinya yang gagal menjadi hakim tipikor. Padahal, sebagai hakim yang lengkap karena mengantongi SK sebagai hakim pidana, HAM, anak, niaga, tipikor, dan mediator, seharusnya dia bisa terpilih kembali.

"Lalu ICW masuk keberatan pak, dinilai tidak pantas. Karena hakim Syarifuddin pernah membebaskan orang, kemudian SK itu dicabut tidak boleh lagi jadi hakim Tipikor karena pengaruh ICW," jelasnya.

Ternyata, tidak terpilihnya Syarifuddin menjadi hakim tipikor karena pertimbangan dari ICW. Alasannya, karena Syarifuddin pernah membebaskan perkara korupsi di Makassar. Menurutnya, ada kesalahpahaman dari penilaian ICW atas perkara yang diputusnya.

"Bukan 69 perkara saya bebaskan, tapi 69 orang terdakwanya mulai dari bupati, anggota DPRD, bendahara, satu yang saya hukum, bendaharanya," pungkasnya.

0 komentar:

Posting Komentar