RASAKAN SENSASI BERMAIN DI AGEN POKER DOMINO ONLINE UANG ASLI INDONESIA DENGAN MINIMAL DEPOSIT RP 10.000 & MINIMAL WITHDRAW RP 30.000 BONUS TURN OVER 0.5% BONUS REFFERAL 20% HANYA DI WWW.JAWADOMINO.NET

Selasa, 29 Mei 2018

Ketua MPR: Larangan napi berpolitik ada di tangan hakim

Ketua MPR: Larangan napi berpolitik ada di tangan hakim


AGEN CASINO ONLINE

Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Zulkifli Hasan mengkritik rencana norma larangan keikutsertaan mantan narapidana korupsi dalam pemilihan anggota legislatif, dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU).

Menurutnya, diperbolehkan atau tidaknya seseorang mantan napi dalam berpolitik tergantung keputusan majelis hakim.

"Kan sudah diputuskan hakim. Misalnya hakim itu memutuskan waktu memvonis orang itu ada yang hak politiknya dicabut ada yang tidak putusan hakim kan paling tinggi," kata Zulkifli di kediamannya, Jakarta Selatan, Selasa (29/5).

Politisi PAN ini mengatakan, dari putusan majelis hakim dalam peradilan sedianya KPU sebagai lembaga pelaksana pemilihan umum tidak berbenturan dengan putusan majelis hakim, termasuk dengan undang-undang Pemilu yang telah mengatur mantan narapidana dalam pemilihan umum.

Apalagi, kata Zulkifli, kedudukan PKPU tidak lebih tinggi daripada undang-undang. Sehingga segala aturan yang akan diterbitkan harus selaras dengan pedoman tertinggi negara, undang-undang.

Dia menambahkan, agar KPU tidak asal menerbitkan norma atas larangan mantan narapidana korupsi berpolitik yang dianggap masih memiliki hak asasi manusia.

"Kan udah ada hukumannya masa enggak percaya sama hukum ya bubarin saja pengadilan. Kan dihukum, dicabut, boleh, jelas tuh, tapi kalau dibolehkan bagaimana? Ini kan manusia juga ada hak hak manusia di situ," ujarnya.

"Kalau mau ganti undang-undang ya kalau buat sehari dipenjara nggak boleh (ikut pencalonan legislatif) bikin undang-undang," tambah Zulkifli.

Sementara itu pada kesempatan sebelumnya komisioner KPU Wahyu Setiawan menyatakan pihaknya tetap akan memasukkan larangan tersebut ke dalam PKPU meski ditegaskan pula pihaknya tak menyoal sikap kontra beberapa pihak.

Dia menegaskan, ketimbang bersepakat dengan DPR dalam penentuan norma tersebut, lebih baik kalah di Mahkamah Agung jika ada uji materi dari pihak yang merasa dirugikan.

"Kita sepakat kita extreme lebih baik kalah diuji di Mahkamah Agung ketimbang kita bersepakat dengan DPR," ujar Wahyu.

Dalam hal ini KPU tidak mendapat dukungan dari Badan Pengawasan Pemilihan Umum (Bawaslu), Komisi II DPR dan Kementerian Dalam Negeri perihal adanya norma tersebut dalam PKPU.

0 komentar:

Posting Komentar