RASAKAN SENSASI BERMAIN DI AGEN POKER DOMINO ONLINE UANG ASLI INDONESIA DENGAN MINIMAL DEPOSIT RP 10.000 & MINIMAL WITHDRAW RP 30.000 BONUS TURN OVER 0.5% BONUS REFFERAL 20% HANYA DI WWW.JAWADOMINO.NET

Selasa, 22 Mei 2018

Revisi UU Terorisme, Kapolri tegaskan teroris bentuk organisasi terselubung

Revisi UU Terorisme, Kapolri tegaskan teroris bentuk organisasi terselubung


AGEN CASINO ONLINE

Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengakui adanya kendala dalam penyusunan revisi UU Terorisme. Salah satunya terkait definisi kelompok yang tertuang dalam draft tersebut.

Ia berpendapat, kelompok teroris merupakan sekelompok orang yang membuat organisasi secara terselubung.

Tito mengusulkan bahwa kelompok teror ini perlu dilakukan penegakan hukum yang tegas sehingga bisa mencegah mereka melakukan aksi teror.

"Memang ada problem sedikit, yaitu masalah kata-kata di dalam definisi. Karena organisasi, kelompok ini kan bukan organisasi formal seperti korporasi, perseroan terbatas, dan daftar ke Kemenkumham. Ini kan dikenal sebagai secret society. Organisasi underground," kata Tito di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa (22/5).

Menurut Tito, kelompok teror seperti Jamaah Ansharut Daulah (JAD) masuk dalam kategori organisasi terselubung dan terlarang. Belakangan, sambung Tito, organisasi ini merupakan dalang dari berbagai aksi teror yang terjadi di Indonesia.

Mantan Kapolda Metro Jaya ini pun ingin mencontoh apa yang sudah dilakukan oleh negara Tiongkok dan Singapura. Tito berpendapat negara-negara tersebut sudah memiliki aturan hukum yang tegas tentang pelarangan organisasi terlarang.

"Contohnya di Hong Kong ada TRIAD. TRIAD itu bukan organisasi yang mendaftarkan resmi, ada AD/ART-nya. Tapi mereka adalah secret society. Tapi mereka membuat aturan, Undang-undang. Di Tiongkok, di Singapura, yang mengenal secret society dan melarang organisasi itu kemudian memidanakan siapapun yang terlibat di dalam organisasi itu," terang Tito.

Oleh sebab itu, Tito berpendapat bahwa Undang-undang nomor 15 tahun 2003 tentang Tindak Pidana Terorisme perlu direvisi. Ia mengaku bahwa undang-undang tersebut sudah tidak komperhensif dalam menangani kasus terorisme.

"Dengan Undang-undang baru kita harapkan penanganannya akan komperhensif, yang melibatkan banyak pihak tapi tetap menghargai nilai-nilai demokrasi, nilai-nilai HAM, dan lain-lain. Mulai dari masalah pencegahan, yang melibatkan banyak pihak," tandas Tito.

0 komentar:

Posting Komentar