RASAKAN SENSASI BERMAIN DI AGEN POKER DOMINO ONLINE UANG ASLI INDONESIA DENGAN MINIMAL DEPOSIT RP 10.000 & MINIMAL WITHDRAW RP 30.000 BONUS TURN OVER 0.5% BONUS REFFERAL 20% HANYA DI WWW.JAWADOMINO.NET

Jumat, 10 Mei 2019

Anak-anak ISIS, Akankah Mereka Jadi Bom Waktu?

Anak-anak ISIS, Akankah Mereka Jadi Bom Waktu?


AGEN CASINO ONLINE

Anak-anak itu belum masuk usia sekolah ketika orangtua membawa mereka ke Irak dan Suriah untuk bergabung dengan Kekhalifahan ISIS. Ribuan lainnya bahkan baru lahir di Irak dan Suriah.

Anak-anak dari ISIS menjadi yang paling rentan nasibnya setelah kelompok militan itu kalah di Irak dan Suriah. Saat ini masih ada lebih dari 40.000 lebih militan asing dan keluarga mereka yang datang dari 80 negara untuk mendukung ISIS. Sebagian dari mereka kini ditahan di kamp dan penjara di seantero Suriah, Irak, dan Libya.

"Apa yang sudah diperbuat anak-anak ini?" tanya Fabrizio Carboni, pejabat Palang Merah setelah menyaksikan langsung penderitaan mereka ketika mengunjungi kamp Al Hol di Suriah, seperti dilansir laman the New York Times, Kamis (9/5).

Sejumlah pemerintah negara asing juga kini masih kerepotan dengan apa yang harus diperbuat terhadap anak-anak itu.

Menurut para ahli, ISIS memperalat anak-anak untuk menjadi mata-mata, tukang masak dan pembawa bom. Mereka juga kadang harus ikut bertempur dan menjadi pengebom bunuh diri. Dalam sebuah video propaganda bahkan anak-anak itu disuruh memenggal kepala dan menembak tahanan.

Sebagian dari mereka sudah terdoktrin selama beberapa tahun dan mendapat pelatihan militer.

"Mereka menjadi korban keadaan karena harus melakukan apa yang bukan kemauan mereka," ujar Peter Neumann, direktur Pusat Internasional Studi Radikalisasi di King's College London.

Memikirkan apa yang harus dilakukan terhadap anak-anak itu saja sudah sedemikian rumit, terlebih lagi apa yang harus diperpuat terhadap kaum wanita dan pria.

Saat ini ada sedikitnya 13.000 milintan asing ISIS yang ditahan di Suriah, termasuk 12.000 perempuan dan anak-anak. Angka itu tidak termasuk 31.000 perempuan Irak dan anak-anak yang ditahan di sana. Sebanyak 1.400 lainnya ditahan di Irak.

Tapi hanya ada sedikit negara, termasuk Rusia, Kosovo, Kazakhstan, Indonesia, dan Prancis, yang bersedia memulangkan warganya.

Di tengah kondisi sesak di kamp penampungan di sebelah timur Suriah, istri dan anak-anak ISIS mengalami kekurangan gizi dan sakit. Milisi lokal yang mengelola kamp mengatakan mereka tidak bisa lagi menahan warga asing itu selamanya.

Di sepanjang perbatasan Irak, pemerintah lokal menerapkan hukuman keras kepada mereka yang dituduh anggota ISIS. Mereka dihukum mati dalam pengadilan yang hanya berlangsung lima menit saja.

"Memangnya politisi mana yang memutuskan mau mengembalikan mereka tapi dua tahun kemudian mereka akan meledakkan diri?" kata Lorenzo Vidino, direktur Universitas George Washington Program Ekstremisme.

Faktanya, kata Vidino, sejumlah ekstremis yang kembali ke negaranya melancarkan serangan bom bunuh diri. Setidaknya satu pengebom bunuh diri di Sri Lanka saat Minggu Paskah adalah orang yang pernah mendapat pelatihan ISIS di Suriah.

Sejumlah negara, seperti Inggris dan Asutralia sudah mencabut kewarganegaraan mereka yang diduga bergabung dengan ISIS di luar negeri. Mereka dan anak-anaknya terabaikan di kamp penahanan tanpa dakwaan dan tidak punya kewarganegaraan. Inggris saat ini sudah membatalkan lebih dari 150 paspor, kata Menteri Dalam Negeri Sajid Javid.

Dari catatan sejarah, militan yang mendapat pengalaman dari satu kelompok ekstremis akan menurunkan pengalamannya itu kepada keturunannya, kata Seamus hughes, wakil direktur Universitas George Washington Program Ekstremisme.

Ahli mengatakan membawa pulang anggota ISIS ke negara asal mereka dan menjalankan program pengawasan jauh lebih baik di banyak negara dan lebih manusiawi ketimbang mengabaikan mereka di gurun atau menyerahkan mereka kepada sistem peradilan di Irak.

"Mereka adalah warga kalian, mau baik atau buruk, kalian bertanggung jawab atas kekacauan yang mereka perbuat," kata Tanya Mehra, peneliti dari Pusat Internasional Kontra-Terorisme di The Hague.

"Kalau kalian mengabaikan mereka di sana kemudian mereka tidak terlacak, cepat atau lambat mereka akan kembali dan kalian tidak akan tahu apa yang bisa mereka lakukan," kata Mehra. "Setidaknya jika mereka dipulangkan itu akan meminimalkan risiko."

0 komentar:

Posting Komentar