RASAKAN SENSASI BERMAIN DI AGEN POKER DOMINO ONLINE UANG ASLI INDONESIA DENGAN MINIMAL DEPOSIT RP 10.000 & MINIMAL WITHDRAW RP 30.000 BONUS TURN OVER 0.5% BONUS REFFERAL 20% HANYA DI WWW.JAWADOMINO.NET

Jumat, 25 Agustus 2017

Jonan dikritik ubah angka penerimaan negara dari kenaikan harga gas ChonocoPhilips

Jonan dikritik ubah angka penerimaan negara dari kenaikan harga gas ChonocoPhilips


AGEN KASINO

Pengamat energi dari Universitas Tarumanegara, Ahmad Redi mengkritik langkah Menteri Ignasius Jonan yang menaikkan harga gas dari ConocoPhillips Indonesia (COPI), Grissik ke PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Wilayah Batam. Kenaikan harga yaitu dari USD 2,6 per mmbtu menjadi USD 3,5 per mmbtu untuk volume 22,73 billion british thermal unit per day (BBTUD) ditetapkan melalui Surat Menteri ESDM Nomor 5882/12/MEM.M/2017 akhir Juli 2017.

Redi mengkritik keterangan Jonan mengubah angka keuntungan negara dalam kenaikan harga ini. Pantauan merdeka.com, Jonan pertama menyebut keuntungan penerimaan negara akan naik sekitar USD 19,7 juta hingga akhir kontrak 2019. Namun, di keterangan selanjutnya, Jonan mengatakan tambahan penerimaan negara akibat perubahan harga gas tersebut sebesar USD 4,3 juta untuk periode kontrak Juli 2017 sampai November 2018.

Artinya jika dikalkulasikan hingga akhir kontrak pada 2019, penerimaan negara diperkirakan USD 8,6 juta atau setara dengan Rp 111 miliar. Angka ini jauh menurun jika dibandingkan dengan rilis sebelumnya yang menyatakan keuntungan negara mencapai USD 19,7 juta atau setara Rp 256 miliar.

Melihat fakta ini, Redi mendesak pemerintah membatalkan kenaikan harga jual gas COPI yang dilego ke PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk untuk wilayah Batam, Kepulauan Riau tersebut.

"Tidak elok dalam pengelolaan terjadi salah hitung dalam waktu yang relatif cukup cepat. Dan saya lihat kenaikan harga ini jatuhnya malah menguntungkan ConocoPhillips, bukan negara," ujar Ahmad di Jakarta, Jumat (25/8).

Ahmad menjelaskan, desakan untuk menganulir kenaikan harga jual gas COPI harus dilakukan lantaran potensi tambahan penerimaan negara nyatanya hanya berada di angka USD 4,3 juta, atau berkisar Rp 58 miliar. Sedangkan di sisi lain, selaku penyalur gas ke konsumen PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk harus menerima kerugian mencapai Rp 120 miliar per tahun, atau Rp 240 miliar hingga berakhirnya kontrak di 2019.

"Harusnya pemerintah memberi hak istimewa untuk perusahaan negara, bukan malah mengeluarkan kebijakan yang cenderung pro asing. Saya pikir pemerintah harus cermat dan memiliki analisa yang komprehensif sebelum mengeluarkan kebijakan-kebijakan seperti ini," cetusnya.

Seperti diketahui, polemik perihal kenaikan harga jual gas mengemuka tatkala menteri Jonan meneken surat bernomor 5882/12/MEM.M/2017 yang pada 31 Juli 2017. Mengacu surat keputusan tersebut, COPI diperbolehkan menaikkan harga jual gas dengan volume 27,27–50 billion british thermal unit per day (BBTUD), dari USD2,6 per million metric british thermal unit (MMBTU) menjadi USD3,5 per MMBTU.

Sementara selaku penyalur gas, PGN tidak diperkenankan menaikkan harga jual gasnya ke PT PLN (Persero), pengembang listrik swasta atau independent power producer (IPP) hingga pelanggan rumah tangga.

"Belakangan saya melihat kebijakan dan tata kelola sektor ESDM sudah tidak jelas. Baik itu migas, pertambangan, hingga energi baru, terbarukan. Dan sudah waktunya Pak Presiden mengevaluasi kinerja Pak Jonan," pungkas Ahmad Redi.

0 komentar:

Posting Komentar