RASAKAN SENSASI BERMAIN DI AGEN POKER DOMINO ONLINE UANG ASLI INDONESIA DENGAN MINIMAL DEPOSIT RP 10.000 & MINIMAL WITHDRAW RP 30.000 BONUS TURN OVER 0.5% BONUS REFFERAL 20% HANYA DI WWW.JAWADOMINO.NET

Jumat, 28 Desember 2018

Keluarga Korban Lion Air Gugat Boeing ke Pengadilan AS

Keluarga Korban Lion Air Gugat Boeing ke Pengadilan AS


AGEN CASINO ONLINE

Keluarga korban penumpang pesawat Lion Air JT 610 yang jatuh di perairan Karawang Oktober lalu kini menggugat Boeing --perusahaan produsen pesawat 737 MAX-8, jenis pesawat yang mengalami kecelakaan itu.

Gugatan itu menuduh pesawat Boeing 737 MAX-8 tersebut 'berbahaya'.

Keluarga tersebut meminta tuntutan itu disidangkan oleh pengadilan yang menggunakan sistem juri di Chicago, Amerika Serikat, basis pabrik pesawat terbang itu, demikian seperti dikutip dari The Daily Beast, Kamis (27/12).

Tuntutan hukum itu diajukan pada Senin 24 Desember kepada Circuit Court Cook County, Illinois, atas nama ahli waris Sudibyo Onggo Wardoyo.

Sudibyo adalah salah satu korban yang tewas dalam kecelakaan pesawat Lion Air penerbangan JT 610 yang jatuh ke Laut Jawa tidak lama setelah bertolak dari Jakarta tanggal 29 Oktober 2018. Semua, 189 orang yang berada dalam pesawat tewas.

Tuntutan hukum itu menuduh pesawat Boeing yang berumur dua bulan itu berbahaya sebab sensornya tidak memberi data yang akurat kepada sistem kendali terbangnya dan menyebabkan sistem anti-stall-nya tidak terpasang dengan benar.

Tuntutan juga menuduh Boeing tidak memberi instruksi yang secukupnya kepada pilot tentang bagaimana harus bertindak dan mematikan sistem anti-stall yang terpasang itu.

"Sepertinya Boeing mula-mula menutup mata, kemudian mengikat tangan pilot," kata pengacara hukum Thomas Demetrio dari firma hukum Corboy & Demetrio, yang mewakili ahli waris Sudibyo Onggo Wardoyo, yang terdiri dari orang tua dan tiga saudaranya.

Boeing telah dituduh tak melakukan pencatatan atas perubahan dalam manual instruksi penerbangan pesawat terkait sensor anti-stall dan tidak memberikan penjelasan kepada pilot maskapai selama pelatihan yang diperlukan saat mereka berpindah dari model lama 737 ke tipe MAX.

Perubahan itu, diberi nama Maneuvering Characteristics Augmentation System (MCAS), melibatkan beberapa lini perangkat lunak baru. Ini diperkenalkan setelah tes di terowongan angin yang menunjukkan perubahan karakteristik penanganan MAX-8.

Tes menunjukkan bahwa dalam kondisi tertentu, jet bisa mengalami kondisi stall pada aerodinamikanya di mana sayap melenggang dan menderita kehilangan daya angkat secara tiba-tiba.

Selama penerbangan JT 610 yang berlangsung hanya 11 menit, pilot Lion Air bertempur melawan aksi yang dipicu oleh MCAS yang berulang kali memaksa hidung jet melakukan nosedive --seperti yang seharusnya dilakukan ketika pesawat mengalami kondisi stall. Namun Lion Air PK-LQP itu tidak pernah dalam bahaya stall tersebut.

MCAS merespons data palsu yang berasal dari sensor yang dirancang untuk mendeteksi ketika sayap menggantung yang disebabkan oleh perubahan pada angle of attack. Dengan memaksakan nosedive, pilot itu akhirnya mengirim jet menukik mengerikan ke laut.

Oleh karenanya, gugatan di Chicago tersebut juga menuduh bahwa Boeing telah "memasang sensor yang memberikan data yang tidak akurat," demikian seperti dikutip dari The Daily Beast.

Ini adalah satu-satunya insiden yang dilaporkan yang melibatkan kegagalan sensor. Penyelidik KNKT telah mengamati dari dekat catatan perawatan jet Lion Air itu.

Pada penerbangan komplet terkhir sebelum kecelakaan, pilot melaporkan masalah pada sensor. Masalah itu seharusnya berhasil ditangani selama pemeriksaan sebelum penerbangan selanjutnya.

Akan diperlukan beberapa saat sebelum penyelidik siap memberikan penjelasan menyeluruh tentang apa yang menyebabkan kecelakaan itu, tetapi target utama penyelidikan adalah menjawab pertanyaan mengapa kegagalan pada satu faktor --dalam kasus ini pada sensor anti-stall-- bisa membuat pilot mustahil untuk memulihkan kontrol dari sistem berbasis komputer yang tidak mereka ketahui.

Padahal, sepatutnya, semua jet modern dirancang dengan sistem cadangan untuk mencegah kegagalan satu faktor sebagai penyebab kecelakaan.

Boeing memiliki waktu 30 hari untuk menjawab keluhan yang diajukan oleh firma Corboy & Demetrio --tim pengacara dengan pengalaman puluhan tahun dalam menangani kecelakaan udara-- yang diminta untuk membawa kasus tersebut oleh pengacara Indonesia yang mewakili keluarga Wardoyo. Boeing dapat memutuskan untuk mengajukan mosi untuk menghapus kasus dari negara bagian ke pengadilan federal.

0 komentar:

Posting Komentar