RASAKAN SENSASI BERMAIN DI AGEN POKER DOMINO ONLINE UANG ASLI INDONESIA DENGAN MINIMAL DEPOSIT RP 10.000 & MINIMAL WITHDRAW RP 30.000 BONUS TURN OVER 0.5% BONUS REFFERAL 20% HANYA DI WWW.JAWADOMINO.NET

Minggu, 31 Maret 2019

"Saya Hanya Ingin Kembali Hidup Normal, Bisa Tidur di Kasur, Makan Enak, dan Tertawa"

"Saya Hanya Ingin Kembali Hidup Normal, Bisa Tidur di Kasur, Makan Enak, dan Tertawa"


AGEN CASINO ONLINE

Perempuan itu meninggalkan Belanda untuk bergabung dengan kelompok militan ISIS di Suriah. Di sana dia menikah dengan seorang militan. Suaminya lalu terbunuh dan dia menikah lagi. Suaminya yang baru juga kemudian terbunuh ketika dia sedang hamil.

Bulan ini ISIS tumbang. Dia dan putranya kemudian menyerah kepada pasukan koalisi Amerika Serikat dan ditampung di tenda penampungan Al Hol.

"Saya hanya ingin kembali hidup normal," kata Jeanetta Yahani, 34 tahun, sambil menggendong putranya Ahmad, 3 tahun yang sedang didera batuk parah.

Pengumuman kekalahan ISIS pekan lalu setelah kelompok itu kehilangan wilayah kekuasaan terakhirnya di Suriah menjadi catatan penting dalam pertempuran melawan jaringan teroris paling ditakuti di seluruh dunia. Namun kondisi ini juga memunculkan pertanyaan soal bagaimana nasib puluhan ribu orang di seluruh dunia yang pernah bergabung dengan ISIS dan kini tidak tahu harus ke mana.

Dilansir dari laman the New York Times, Jumat (29/3), penampungan Al Hol yang terletak di kawasan berbatu dikelilingi pagar dan pasukan bersenjata, menampung sekitar 9.000 orang pada Desember lalu. Kini setelah wilayah terakhir ISIS tumbang, penampungan itu memuat sekitar 72.000 orang.

Membeludaknya warga bekas anggota keluarga ISIS di penampungan itu membuat antrean makanan, air bersih kerap mengular.

Dalam kunjungan ke kawasan warga asing di Al Hol Kamis lalu, tim jurnalis the New York Times, menyaksikan bagaimana kehidupan para perempuan dan anak-anak di sana. Di sepanjang hamparan tenda berwarna putih itu kami mendengar sekelompok perempuan bercakap-cakap dalam bahasa Inggris, Rusia, Prancis, Belanda, dan China. Kami juga melihat anak-anak berambut hitam bermain di genangan lumpur.

Seorang perempuan Jerman mengatakan dia pergi ke Suriah dengan suaminya, seorang dokter. Sekarang dia tidak tahu sedang berada di mana dan dia terjebak di penampungan dengan seorang bayi dalam pelukannya dan balita yang memegangi kakinya.

Tapi dia mengaku tidak mau kembali ke Jerman. Menurut dia Jerman adalah negara kafir.

"Saya tidak mau membesarkan anak saya di lingkungan yang benar-benar rusak, segala dosa dilakukan," kata dia seraya menolak memberi tahu namanya.

Lebih baik tinggal di Suriah, kata dia.

"Dunia itu hanya sementara. Akhirat itu kekal."

Meski ISIS sudah kalah dan tidak lagi menguasai wilayah di sepanjang Irak dan Suriah, kaum hawa di penampungan itu masih menaati aturan ISIS, memakai baju gamis hitam panjang dan cadar.

Al Hol adalah kamp penampungan ketiga terbesar yang dikelola etnis Kurdi di sebelah utara Suriah.

Menurut pejabat senior Tentara Demokratik Suriah (SDF), pasukan milisi dukungan AS, bernama Redur Khalil, di samping ribuan warga Suriah dan Irak, kamp penampungan ini memuat sekitar 12.000 perempuan asing dan anak-anak.

SDF juga menahan lebih dari 8.000 militan, termasuk 1.000 warga asing di penjara mereka.

Sejumlah negara seperti Prancis, Rusia, dan Chechnya sudah memulangkan kembali warga mereka, terutama kaum perempuan dan anak-anak serta yatim piatu. Tapi sebagian besar negara menolak menerima kembali warga mereka jadi mereka terjebak di kamp penampungan ini, tanpa status warga negara.

Pengelola kamp mengatakan minimnya bantuan internasional bisa membuat ISIS bangkit kembali.

"Kecil sekali bantuan, minim respons," ujar Muhammad Bashir, petugas di kamp.

Sejumlah perempuan bercadar itu mengaku masih memegang teguh ideologi ekstrem.

Seorang perempuan Chechnya yang mengaku bernama Um Aisha mengatakan kehidupan di bawah kekhalifahan 'semuanya baik'.

"Ada saudara yang percaya dengan syariat, negara Islam, dan itu tidak seperti ini," kata dia menunjuk dua perempuan relawan kemanusiaan yang memakai celana panjang.

Suami perempuan itu tewas dalam serangan udara di kantong pertahanan terakhir ISIS bulan lalu. Tapi dia mengatakan perjuangan jihadis belum berakhir.

"Saudara-saudara kami ada di mana-mana, di Jerman, Rusia, Amerika. Kami yakin Negara Islam akan kembali," kata dia.

Sebagian perempuan itu juga mengungkapkan penyesalan.

Galion Su, asal Trinidad, berdiri di dekat gerbang kamp dengan wajah yang tidak bercadar. Dia berharap bisa keluar dari kamp dan mencari putranya yang ditahan pasukan Kurdi Januari lalu.

Suaminya membawa dia ke Suriah pada 2014 dan pasangan itu kemudian bercerai. Dia harus merawat putranya.

"Saya seperti pelacur di ISIS," kata Su, 45 tahun. Dia terpaksa menikah dengan empat pria, katanya, dan mereka membolehkan putranya tetap dia rawat.

Ketika para jihadis itu memaksa putranya bertempur, dia mendandani putranya seperti perempuan lalu kabur. Tapi pasukan Kurdi menangkap putranya. Sekarang dia tidak tahu di mana anaknya itu.

"Saya hanya ingin kembali hidup normal, bisa tidur di kasur, makan enak, nonton TV, dan tertawa," kata dia.

0 komentar:

Posting Komentar