RASAKAN SENSASI BERMAIN DI AGEN POKER DOMINO ONLINE UANG ASLI INDONESIA DENGAN MINIMAL DEPOSIT RP 10.000 & MINIMAL WITHDRAW RP 30.000 BONUS TURN OVER 0.5% BONUS REFFERAL 20% HANYA DI WWW.JAWADOMINO.NET

Sabtu, 03 Agustus 2019

Hamza Bin Ladin, Akhir Sebuah Dinasti Tapi Bukan Pudarnya Ideologi

Hamza Bin Ladin, Akhir Sebuah Dinasti Tapi Bukan Pudarnya Ideologi


AGEN CASINO ONLINE

Selama dua dekade sejak peristiwa serangan 11 September 2001 di Amerika Serikat, rasanya hampir tiada hari terlewati tanpa berita tentang Al Qaidah.

Kejadian yang membuat nama kelompok militan itu kembali menjadi sorotan adalah bukan tentang serangan teroris terhadap 'sekutu salib-zionis' atau 'rezim kafir munafik' di Timur Tengah tapi tentang tewasnya seorang tokoh penting.

Dikutip dari laman the Guardian, Jumat (2/8), Hamza Bin Ladin, putra Usamah Bin Ladin, yang selama ini digadang-gadang sebagai pemimpin masa depan Al Qaidah dikabarkan tewas akibat serangan udara Amerika Serikat, kemungkinan di suatu daerah di perbatasan antara Pakistan dan Afghanistan dua tahun lalu atau bertahun-tahun lalu.

Kawasan itu memang menjadi pusat dari gerakan militan di akhir 1990-an dan akhir 2000-an. Setelah itu pusat pergerakan militan bergeser ke Irak dan Suriah meski sejumlah orang tewas akibat tindakan ekstremis Islam di berbagai belahan dunia.

Pengamat internasional selama ini terbelah antara manakah yang lebih berperan di Al Qaidah sejak Usamah tewas, apakah Hamza atau Ayman al-Zawahiri yang selama delapan tahun memimpin Al Qaidah, seorang veteran militan asal Mesir dan teman dekat Usamah.

Hamza, 30 tahun, diketahui tidak punya banyak pengalaman sebagai pemimpin, tokoh propaganda, perancang strategi atau pejuang. Kesemua syarat itu boleh jadi menjadi keharusan untuk memimpin Al Qaidah. Namun sebagai sosok 'anak Singa' dia seharusnya punya kemampuan untuk menginspirasi orang.

Zawahiri, pria 65 tahun, diketahui kurang punya kharisma dan kesulitan beradaptasi dengan komunikasi zaman kini yang kemudian dimanfaatkan oleh ISIS.

Sejauh ini tidak jelas diketahui, ke arah mana Hamza Bin Ladin, atau mungkin tokoh senior dan berpengalaman lainnya di Al Qaidah membawa kelompok itu.

Satu alasan mengapa kita jarang mendengar soal Al Qaidah belakangan ini adalah karena ISIS menyedot semua perhatian. Selain itu Zawahiri juga sengaja tidak menyerukan serangan kepada negara Barat di berbagai belahan dunia. Al Qidah justru memperkuat kehadiran mereka melalui jaringan di Suriah, Yaman, Afghanistan, Somalia, dan seantero Sahel.

Pendekatan yang tidak terpusat ini dikombinasikan dengan upaya untuk merangkul berbagai komunitas lewat tokoh-tokoh penting seperti kepala suku, tokoh sesepuh, ulama, dan para panglima perang.

Memang selama tiga dekade ini ada banyak kemunduran sejak Al Qaidah berdiri, namun menurut laporan PBB yang dirilis pekan ini kelompok militan itu masih berbahaya.

Jika kematian Hamza dianggap simbol prestasi maka itu bisa dianggap mengakhiri unsur dinasti di tubuh Al Qaidah. Tiga dari anak-anak Usamah yang punya kesempatan memimpin Al Qaidah kini sudah tewas dan kecil kemungkinan akan ada penggantinya. Putra Hamza saat ini masih kecil dan setidaknya satu anak laki-lakinya juga sudah tewas.

Sejumlah pengamat dan aparat suatu kali pernah mengatakan ada tiga unsur di Al Qaidah: kepemimpinan pusat, kelompok cabang di berbagai belahan dunia dan ideologi yang selama ini menjadi motif para pelaku teror.

Sosok para pentolan Al Qaidah kini sudah tua. Dengan terbunuhnya Hamza maka tidak ada lagi sosok muda yang bisa punya peran untuk menyatukan orang. Dalam beberapa tahun mendatang diyakini kepemimpinan pusat Al Qaidah akan berakhir.

Jaringan cabang Al Qaidah tampaknya masih akan bertahan dan ideologi mereka tidak tampak akan memudar. Dan ISISlah yang memainkan ideologi itu sebagai kendaraan mereka untuk terus beraksi.

0 komentar:

Posting Komentar